Irisan Lemon 4
Irisan
Lemon
Part
IV
“Tapi
hanya gadis itu yang ada dalam pikirannya. Bahkan mungkin skripsi yang sedang
ia kerjakan hanya sekedar melintas dilayar komputernya. Betapa beruntungnya
wanita itu.”
Kak
dayu mengerutkan keningnya, menaikkan satu alisnya lalu memutar-mutarkan
sedotan pada minumannya. Hiruk pikuk didalam kedai lebah madu menjadi backsound
perbincangan santai-serius ini. Hari ini kedai lebah madu lebih ramai
pengunjung dibanding biasanya. Flanel bernuansa feminim pemberian Jefran sedang
kukenakan, berharap Jefran berada disekitar daerah ini dan mengenali Flanel
Biru-hitam-putih ini.
“Berhenti
menginginkan hidup orang lain ris. Kamu ya kamu, dia ya dia.” Ujar Kak Dayu.
“Aku
tetap diriku, gadis itu juga tetap dirinya. Aku hanya berharap bisa ada diposisinya.
Ah bukan harapan, hanya sekedar angan-angan.”
“Kamu
pasti akan ada diposisi dia kok, suatu saat nanti. Entah dangan Jefran atau
pria lain, jangan khawatirkan hal ini.”
“Kamu
harus merasakan cinta Kak agar kamu tahu bagaimana angan-anganku terbang dan
bagaimana harapanku sangat ingin segera berlabuh pada tujuannya.”
“Ah
baiklah kamu sudah mulai semakin puitis kali ini. Aku mengaku kalah padamu
ris.” Ujar Dayu dengan tawa renyahnya.
“Kak.”
“Iya ris.”
Ku kerutkan keningku, dan tak berani
ku tatap matanya seperti sebelumnya. Kali ini entah mengapa sangat berat bagiku
untuk bertanya dan menatap matanya. Aku sangat takut kehilangan Kak Dayu,
seorang tetangga yang seperti seorang kakak, seperti seorang sahabat juga
seperti teman curhat pengganti Claudia. Aku takut kehilangan dia hanya karena
pertanyaan bodoh tentang Ryan. Perasaanku tak enak tentang ini. Tapi aku
mencurigai sesuatu antara mereka.
“Heh.. malah bengong. Kenapa? Apa
yang mau ditanyain? Tanya aja.” Ujar Kak dayu.
“Tanya apa?”
“Udah tanya aja ris, aku tau kamu
itu mau Tanya sesuatu tapi mikir-mikir dulu kan? Kelihatan kali.”
“Sok tau ah kamu kak”
“Udah berapa lama sih kita temenan,
udah hafal aku sama kamu haha” sembari tertawa renyah.
“Anu kak, hmmm jadi tuh gini…”
kuhentikan kalimatku, lalu ku pegang siku ku, berpura-pura membenarkan lekukan
flannel ku. Kemudian ku minum milkshake strawberry pesananku, baru mau
kulanjutkan kalimatku raut wajah kak dayu sudah berubah. Ekspresi wajahnya menunjukan
bahwa saat ini dia sedang berusaha mencerna apa yang aku katakan. Dan aku
kembali terdiam menatapnya.
Dia menyunggingkan sedikit
senyumnya, hanya sedikit, sangat pelit senyumnya kali ini. Dia melihat jam
tangannya, lalu meminum kembali minumannya, menatapku, dan memukul ringan
kepalaku dengan sendok plastik.
“Ris, kenapa sih kamu?”
“Gapapa kak. Aku hanya takut setelah
pertanyaan ini aku akan kehilangan sosok sahabat, kakak, sekaligus teman curhat
sepertimu.” Jawabku.
“Memangnya kamu mau tanya apa?
Bukannya diantara kita sudah tidak ada canggung lagi tentang apapun itu?”
“Kau tau kan bahwa Ryan telah
memutuskan hubungan kami?”
Kak Dayu mengangguk. “Bahkan pada
waktu itu kamu cerita tentang hal ini kamu tidak sedikitpun bersedih lalu
kenapa sekarang kamu membicarakan ini lagi?”
“Ah sepertinya kamuu menyesal selama
ini menjalani hubungan dengan Ryan tanpa ada hati. Sekarang kamu baru menyadari
bahwa Ryan bahkan sangat berarti untukmu? Begitu kan ris?”
“Seperti apa sih Ryan? Pria yang
membuatmu seperti ini selain Jefran.” lanjutnya.
Belum sempat aku menjawab tapi sudah
muncul seribu sangkaan dan kecurigaannya untukku. Ternyata dia tak tau seperti
apa Ryan mantanku. Tapi Claudia bilang dia bertemu dengan Ryan dan berbincang-bincang.
Lalu bagaimana jika ternyata antara dia dan Ryan yang ia temui ada perselisihan
dan kemudian aku memeritahunya bahwa Ryan yang ia temui adalah mantan
kekasihku?
“RIS!! Kebiasaan bengong melulu.
Ungkapin aja semuanya, curahin aja semuanya. Kamu tau aku kan ris? Aku ini
sumber solusi semua masalahmu.” Ungkapnya eprcaya diri.
“Aku tidak pernah menyesal
menyelesaikan hubunganku dengannya. Aku akan menyesal jika aku tidak
menyelesaikan hubunganku sesegera mungkin dengannya” ku beranikan diri untuk
menatap matannya.
“Kamu
tau kak? Cinta itu kadang rumit karena dunia ini terlalu sempit. Aku tak pernah
berpikir bahwa aku akan mencintai seseorang yang ternyata dikenal dekat oleh
tetangga sekaligus teman dekatku sendiri. Aku tak pernah menebak kalau aku akan
menjadi orang yang berada diposisi serumit ini. Mungkin sekarang kak dayu akan
bingung. Tapi perasaanku mengatakan akan terjadi sesuatu yang membuat kita
canggung nantinya.” Lanjutku.
“Kamu
bicara apasih ris? Jelasin pelan-pelan deh.”
“Ah
lupakan saja. Aku ingin bertanya satu hal lagi. Apa benar kak dayu sudah punya
pacar? Begitu ya sekarang melupakan aku karena sudah ada pengisi hati.
Baiklah…” ucapku mengalihkan pembicaraan.
“T..ta..tau
darimana? Sok tau ah kamu!” jawabnya gugup.
“Bahkan
aku tahu dari orang lain bukan dari mulut sahabatku sendiri. Aku merasa tidak
dipercaya sebagai sahabat.” Sambil ku seruput milkshake strawberryku yang
semakin hilang manisnya karena cairan es batunya.
“Bukan
begitu maksudku ris. Aku pasti akan menceritakan tentangnya hanya saja belum
waktunya.”
“Jadi
sekarang kamu dengan tidak langsung mengatakan bahwa memang benar adda sesuatua
antara kalian berdua?”
“Iya.
Dia pacar baruku. Karena kamu sudah mengetahuinya sebelum aku bercerita aku
akan memberitahumu sedikt tentangnya.”
“Dia
baik, dia cantik, dia perhatian, dia dewasa, dia cerdas, mempesona dan
membuatku sangat nyaman berada didekatnnya. Aku belum menceritakannya pada kamu
karena hubungan kami agak rumit. Seperti yg kamu bilang tadi. Cinta kadang
rumit karena dunia yang terlalu sempit.”
“Siapa
namanya? Apa aku kenal dia?”
“Tidak!
Tidak mungkin kamu mengenalnya. Dan aku juga tidak mau kamu mengenalnya.”
“Loh
kenapa kak?”
“Karena
akan semakin rumit jika kamu tahu. Secara tidak langsung kamu sudah terlibat
dalam kerumitan hubungan kami ris.”
“Maksudnya?”
Kak
dayu menghabiskan minumannya dengan segera, lalu ia melihat kembali kearah jam
tangannya. Dia juga membenarkan pakaiannya. Pikiranku melayang-layang
memikirkan hal yang tidak bisa ku sangka sebelumnya. Aku hanya menerka-nerka tetapi
kecurigaanku semakin berlarut. Apakah kecurigaanku benar adanya. Atau hanya
karena kekhawatiran saja? Kak dayu mulai beranjak dari kursinya. Dia seperti
hendak pergi tanpa ingin menjawab pertanyaanku yang terakhir kali. Ku harap
perkiraanku salah. Aku tak ingin kehilangan sahabat sebaik Kak Dayu hanya
karena Ryan, seseorang yang tak pernah sampai hati aku menganggapnya kekasih.
“Aku
pergi dulu ya ris. Sudah adda yang menunggu.” Ujarnya sambil tersenyum.
Dia
beranjak melangkah meninggalkan tempat kami duduk, baru beberapa langkah ia
tapakkan, ia membalikan badannnya, melihat kearahku.
“Karena
kamu sahabatku jadi secara tidak langsung kamu sudah terlibat dalam hubungan
kami yang rumit ini.” Tukasnya. Lalu ia beranjak pergi.
*****
Bagaimana
kabar Jefran? Apakah ia sehat? Apakah ia sudah move on dari wanita yang ia
cintai? Aku benar-benar sangat merindukannya. Haruskah aku bertanya pada Kak
Dayu lagi tentang Jefran. Apa jawabanya masih sama? “Aku sudah lama tidak pernah bertemu dengannya. Dia menjauh dari
orang-orang sekitarnya termasuk aku.”
Tetesan-tetesan
air hujan seakan tidak bosan menemani kerinduan dan angan-anganku. Musim
penghujan hampir usai, mimpi-mimpiku semakin bermekaran tersiram hujan. Mimpi
dan angan-anganku tersiram hujan setiap harinya, kerinduan dan harapanku
semakin tumbuh subur berkatnya. Hanya dari jendela aku merasakan butir-butir
hujan dan hembusan anginnya. Tetapi dinginnya menusuk sampai keuluh hati.
Mengapa bisa seperti ini? Cinta.
Apakah
ini yang namanya cinta? Mengapa seperti ini rasanya? Terlalu sakit. Anehnya
tidak ada yang jera dengan cinta walaupun mereka tau mereka hanya akan sakit.
Cinta itu terkadang rumit. Sangat rumit. Sulit dimengerti oleh logika. Entah
apa yang membuatku tetap bertahan pada sesuatu yang tidak pasti. Keyakinan apa
yang membuatku mencintai orang yang sudah jelas hatinya sudah terukir sebuah
nama indah. Ingatannya sudah penuh dengan kenangan dan memmori-memori indah
bersama seseorang. Hidupnya sudah ia jalani demi membahagiakan seseorang.
Senyumnya ia sunggingkan saat bahagia bersama seseorang tersebut. Lalu aku?
Mengapa aku masih gigih mencintainya sendirian adalah hal yang paling
membahagiakan? Ini sakit! Walaupun hanya dengan melihatnya bahagia cukup
membuatku ikut bahagia.
Ketika
Gelas sudah tak terisi oleh minumannya, apakah irisan lemon masih dibutuhkan
untuk menjadi garnish atau hiasan pemanis? Saat gelas tak lagi terisi oleh
minumannya, bukankah harusnya ia ditaruh rapih dalam lemari kaca, atau
digantung terbalik di rak gelas. Ia tak lagi
membutuhkan Irisan Lemon sebagai hiasan pemanis. Tetapi saat gelas
terisi oleh minumannya, Irisan Lemon sangat diperlukan sebagai hiasan pemanis,
walaupun Irisan lemon itu tak mau berada ditengah-tengah mereka. Itulah hidup
yang harus tetap dijalani oleh Irisan Lemon.
Apakah
aku masih dibutuhkan didalam hidup Jefran, saat hari-hari Jefran tak lagi diisi
oleh pujaan hatinya. Aku hanya sebuah Irisan Lemon yang mengharapkan manisnya
kisah cinta orang lain. Apa aku memang tidak seharusnya berada diantara mereka
saat itu? Bahkan mungkin aku tidak seharusnya berada didekat Jefran saat ini
ataupun nanti.
Saat ini ataupun nanti Jefran hanya
akan melihat pada satu objek. Saat ini ataupun nanti Jefran hanya akan berhenti
dan tinggal pada satu titik. Yaitu pada pilihannya. Pilihannya adalah wanita
cantik itu.
“Aku sangat membutuhkan seseorang
untuk mendengarkan keluh kesahku saat ini?” ujarku pada diriku sendiri.
“Haruskah aku kerumah Clau?”
Tetes demi tetes butiran air hujan
berjatuhan melantunkan nadaa-nada kerinduan dan harapan. Tetes demi tetes air
mataku pun jatuh seakan menembangkan isi hatiku yang merasakan sakitnya
mencintai seseorang sendirian, tulus, dan diam-diam. Isak tangisku tak
terdengar telinga, mungkin hanya hati yang akan mendengar. Terlalu lama
kusimpan sendiri, rapih dan tertata semua perasaan ini hingga mulut tak mampu
menyuarakan sepatah katapun untuk melengkapi tangisku. Hati yang mengerti
betapa perihnya menjadi Irisan Lemon dalam kehidupan nyata. Saat bibir terbungkam
bahkan hati yang mampu banyak berkata.
“Sore
risty. Ada sesuatu yang ingin kusampaikan. Bisakah kita bertemu malam ini atau
tidak saat ini juga? Aku sangat membutuhkanmu.”
Isak tangisku terhenti. Mataku
terbelalak. Tanganku gemetar. Hatiku bergemuruh membaca pesan singkat yang baru
saja masuk di telepon genggamku. Kuusapkan airmataku lalu aku bergegas
mengganti pakaianku untuk mengiyakan pertemuan ini. Aku tau ini tak seperti
biasanya. Ada sesuatu yang terjadi. Dia membutuhkanku, tak seperti biasanya.
Biasanya hanya aku yang membutuhkan dia, kali ini dia ingin menyampaikan
sesuatu, akankah dia menceritakan hal yang ingin aku ketahui?
Langit diatasku sudah berwarna biru
tua ke abu-abuan. Ku selaraskan warna langit dengan pakaianku hari ini, blus
abu-abu dengan sepatu biru dongker kesayanganku. Rambutku tergerai indah,
kurapihkan agar wajahku bisa terlihat lebih kalem. Sore menjelang malam, ini
terasa sangat dingin, aku masih berdiri di tengah kerumunan orang banyak
menunggu seseorang untuk menyampaikan sesuatu yang masih abu-abu. Entah hal
yang ingin aku ketahui atau menyampaikan sesuatu yang tidak ingin aku dengar.
Apapun itu aku sangat penasaran kali ini.
Ku tengok kanan dan kiri, berharap
mataku jeli menangkap obyek dirinya yang mungkin juga sedang mencari aku di
kerumunan orang banyak. Dia ingin bertemu denganku di Pasar Malam yang diadakan
setiap setahun sekali, katanya sebagai balasan karena aku mau menemuinya, ia
ingin mentraktirku manisan buah dan es krim vanilla kesukaanku.
Hati ini mulai tak karuan, gundah
gulana dan gelisah menunggunya. Angin yang terhembus meniupkan beberapa helai
rambutku, dingin, tapi tidak menusuk sampai ke hati. Tiba-tiba ada sesuatu yang
kurasakan dengan hatiku, yang mengarahkanku untuk membalikan badanku. Saatku
balikan badanku kearah berlawanan dari posisiku yang sebelumnya, aku
menyaksikan senyum indah menawan yang selalu melelehkan hatiku, seperti
biasanya. Dan seperti biasanya juga, hatiku kembali berdegub lebih kencang dan
cepat saat melihat sosok dia. Sosok yang tidak pernah kuduga-duga akan
memintaku bertemu dengan dirinya.
Jefran.
Ia sudah datang dan kini ada
dihadapanku…
“Tolong
aku yang kini tak bisa kikiskan wajahmu, tatapmu harummu. Ajariku cara lupakan
semua tentang dirimu, dirimu, dirimu, Sebenarnya aku tak bisa sendiri.” –Gisela
anastasha-
Khusniatul Amri Carito, Semarang, 2017.
π―ππ

Komentar