Walking the Blacklight
Redup
(Khusniatul
Amri Carito)
Bahuku
berat… punggungku tergopoh menopang beban. Ingin berlari jauh dari gelapnya
dunia yang kupijak saat ini. Langkah demi langkah ku iringi dengan gelak tawa.
Tempo langkahku selalu tak konsisten seperti sebelumnya, hanya saja kali ini
aku tak bisa membawa tubuh ini semakin jauh dengan tempo cepat. Bukan hanya
bahuku yang semakin berat, kini kepalaku seakan sedang terindih bongkahan
batu, bahkan kakiku terantai seperti keledai penarik roda barang.
Aku
tertawa, hari demi hari keras gelak tawaku semakin tak terkendali. Tak ada
setetespun airmata mengalir dipipiku seperti dahulu. Aku kini telah tumbuh jadi
segumpal tanah yang lebih kuat, begitu pikirku. Sembari gontai tubuhku berjalan
mengarungi jalan berduri tanpa cahanya, gelak tawaku masih bersenandung.
Membiru bahu ini menahan beban tak kasat mata. Sepanjang jalan berduri yang
telah ku telusuri, tertabur jejak merah kental dari telapak kakiku. Mataku tak
lagi cerah, tak ada secercah cahaya pun yang tertangkap oleh kornea yang
membalut bolamata cokelat terang ini.
Denting
jam terus melaju namun langkah kaki melamban. Meski seluruh kekuatanku telah
kukerahkan, hanya ada bulir-bulir keringat membanjiri tubuh, tetes-tetes darah
yang melukiskan jejak disepanjang jalan berduri, dan warna biru keunguan
semakin jelas terlihat dibahuku. Bagaimana dengan tawaku? Tentu saja tawa ini
semakin menggelegar tak terkendali.
Diujung
sana masih gelap. Jalan berduri bagai tak berujung ini masih ku tapaki langkah
demi langkah. Sejenak ku tengok kebelakang, ku pastikan ada seseorang disini.
Disebelah kanan dan kiri hanya ada aku, aku dan aku. Dihadapanku ku lihat
bayanganku tersenyum dengan sebulir airmata dipipi kiri. Pakaiannya koyak,
tubuhnya penuh luka, kepalanya berlumur darah segar, tangan kakinya terikat
tali. Gelak tawaku terhenti. Seketika terbendung air dimataku, hatiku teriris,
bibirku bergetar tak mampu mengucapkan satu kata untuknya.
Ironisnya dia, bayangan diriku mengenggam lembut
tanganku dan berkata…
Tak ada
siapapun disini kecuali engkau, siapa yg kau cari
Jangan
terlalu lama melihat kebelakang, hidupmu jauh didepan sana
Cahaya tak
ingin bersamamu saat ini, bertahanlah
Duri
dijalan ini telah berkurang, terus berjalan
Beban di
bahumu semakin berat, berdirilah dengan tegak
Rantai dikakimu
kini memuai, jangan menyerah
Hatimu
penuh luka, jangan hentikan tawamu
Teruslah
berjalan…
Meski kau
lihat aku menangis darah dihadapmu,
Percayalah,
aku mampu bertahan selama kau masih disini
Aku tak
sepi, kau bersamaku
Aku
baik-baik saja, teruslah berjalan
Kau tak
sendiri, aku adalah bayanganmu yg selalu bersamamu
Aku adalah
kamu
Aku adalah
aku
dan aku…
Baik-baik
saja.

Komentar